Oleh: Eliza Haryatun _ Alumni Universitas Islam Riau Pekanbaru. PNS Pranata Humas Ahli Muda Pemerintah Kabupaten Natuna.
Secara teori, ada dua pihak atau lebih yang terlibat dalam proses komunikasi. Ada komunikator dan ada komunikan. Yang dimaksud dengan komunikator adalah pihak yang menyampaikan pesan komunikasi. Dan yang dimaksud dengan komunikan adalah pihak yang menerima pesan komunikasi. Antara pihak komunikator dan komunikan, biasanya memiliki kesamaan yaitu adanya kebutuhan untuk berkomunikasi. Pihak komunikator butuh berkomunikasi dengan komunikan. Sementara komunikan, juga butuh dengan informasi dari komunikator.
Dalam konteks organisasi pemerintah, peran komunikator sangat penting dalam menyampaikan informasi dari internal pemerintah ke eksternal pemerintah, yaitu masyarakat. Pelaksanaan peran komunikator dalam organisasi pemerintah, secara dejure, telah ditetapkan pada lembaga-lembaga dengan tugas pokok dan fungsi kehumasan di dalamnya. Atau bila di lembaga pemerintah daerah, dulunya fungsi tersebut melekat pada Bagian Humas dan Protokol di Sekretariat Daerah.
Pelaksanaan fungsi ini, pada satu sisi, cukup lama berada di Bagian Humas dan Protokol Sekretariat Daerah. Akan tetapi sejak dilakukannya revitalisasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi, peran kehumasan difokuskan berada pada satu pintu, yaitu Kementerian Komunikasi dan Informatika, atau bila ke daerah disebut Dinas Komunikasi dan Informatika. Pada dinas inilah pelaksanaan peran kehumasan pemerintah daerah dijalankan. Dinas Komunikasi dan Informatika daerah menjadi juru bicara pemerintah atau sebagai komunikator dalam hal menyampaikan seluruh informasi terkait pembangunan yang telah, sedang dan akan dilakukan. Tentunya selain itu, pelaksanaan peran kehumasan di daerah dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendidik masyarakat untuk tahu, paham, mengerti, dan merasa memiliki. Khusus yang terakhir inilah, segala pemanfaatan sumber daya harus dilakukan secara maksimal.
Tentunya, guna memupuk rasa memiliki di tengah-tengah masyarakat, perlu disusun secara jelas tahapan pemanfaatan jalur penyebaran informasi ke tengah masyarakat oleh komunikator. Misal, pertama dibangun sarana pendukung dasar untuk pemanfaatan radio komunikasi publik secara menyeluruh. Dalam hal ini, Indonesia beruntung karena selain Radio Republik Indonesia sudah tersebar di banyak pelosok negeri, radio-radio swasta juga banyak berdiri. Melalui pemanfaatan radio pemerintah atau pun swasta, informasi pembangunan akan dengan mudah disebar ke seluruh penjuru tanah air.
Demikian juga bila pemerintah daerah ingin memanfaatkan media internet, berupa Facebook, Instagram, X, Youtube dan lain-lain, bisa dilakukan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang jelas, optimalisasi pelaksanaan peran kehumasan oleh komunikator di daerah perlu menjadi perhatian oleh penentu kebijakan. Bukan mengapa, menjamin keterbukaan informasi publik akan lebih baik dibanding tidak memenuhi kewajiban pemerintah dalam hal menyebarkan informasi pembangunan.
Informasi pembangunan yang tidak disebarluaskan kepada publik, menjadi bumerang bagi pemerintah; akan ada tindakan anarkis yang berpotensi muncul. Hal ini dikarenakan adanya rasa tidak puas atas pelayanan publik yang telah disediakan oleh pemerintah. Padahal pada sisi yang lain, pemerintah daerah telah mematuhi ketentuan persentase anggaran pelayanan publik dalam setiap proses penyusunan APBD.
Berikutnya, langkah strategis untuk meningkatkan kompetensi aparatur kehumasan di pemerintah daerah perlu dilakukan sebagaimana mestinya. Upayakan penyusunan rencana pengembangan kompetensi aparatur kehumasan pemerintah daerah dalam satu periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah perlu dilakukan segera agar tercipta kesinambungan kegiatan. Kemudian, rencana pengembangan kompetensi aparatur kehumasan dimaksud diikuti juga dengan adanya konsistensi pelaksanaan di lapangan. Konsistensi ini, diikuti pula dengan pengalokasian anggaran yang maksimal.
Ingat, peningkatan kompetensi aparatur telah diamanatkan dalam Pasal 21 ayat (8) huruf b, Pasal 31 huruf f, dan Pasal 49 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, Pasal 163 huruf c, Pasal 203, Pasal 204, Pasal 210, Pasal 211-218 Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Saat ini, dengan semakin berkembangnya proses penyebaran informasi di media elektronik, fungsi komunikator organisasi pemerintah tidak boleh tertinggal jauh. Bagaimana pun, rentang birokrasi yang menyebabkan lambat dan sulitnya para komunikator organisasi pemerintah untuk bertindak cepat, dinamis, serta fleksibel dari sisi tempat bekerja, harus secara bertahap mulai dihilangkan. Alasannya untuk menunjang fleksibilitas bekerja. Komunikator organisasi pemerintah membutuhkan ruang gerak yang lebih fleksibel dalam menjalankan tugas pokoknya sehari-hari. Itulah sebabnya Syarif dan Risa (2017) mengingatkan bahwa “Tata kelola informasi sangat urgen dilakukan humas pemerintah yang selalu mengedepankan pelayanan informasi publik.”
Ya, tata kelola informasi memang sangat urgen dilakukan oleh humas pemerintah. Peran komunikator yang dilakukan secara maksimal, diasumsikan dapat membuka jalur komunikasi secara luas ke tengah-tengah komunikan. Komunikasi itulah nantinya yang akan menjadi filter bagi komunikan untuk benar-benar memahami ke arah mana opini publik menginginkan pembangunan dijalankan.
Komunikator dapat bertindak sebagai mata dan telinga pemerintah di tahap awal, agar gejolak-gejolak sosial dapat ditekan sebelum menjadi masalah yang lebih luas. Dan terakhir, sebagai lembaga yang memiliki peran dan fungsi komunikator atau juru bicara pemerintah, tidak lagi ditempatkan hanya pada posisi menyampaikan agenda rutin pemerintah saja, apalagi yang penuh bersifat seremonial, akan tetapi harus disisipkan unsur edukasi pembangunan di dalamnya. Mudah-mudahan dengan reorganisasi kelembagaan yang telah dilakukan sebelumnya, komunikator organisasi pemerintah dapat menyampaikan agenda pembangunan secara maksimal.***
Komentar