Natuna _ www.ranaipos.com : Kabupaten Natuna, merupakan salah satu kabupaten yang lahir dari hasil pemekaran Provinsi Riau. Kala itu Riau Kepulauan masih dalam kawasan Provinsi Riau.

Kabupaten Natuna akhirnya lahir tepatnya pada tanggal 12 Oktober 1999. Lahirnya Kabupaten Natuna merupakan salah satu dari kabupaten/ kota Provinsi Riau yang berada di Kepulauan Riau untuk membentuk daerah otonomi baru Kepulauan Riau menjadi Provinsi Kepulauan Riau.
Kabupaten Natuna sering disebut salah satu kabupaten yang dijuluki mutiara di ujung utara. Julukan ini dikarenakan atas kekayaan sumber daya alam yang dimiliki oleh Natuna yang cukup melimpah ruah. Disamping itu, Natuna juga merupakan salah satu kabupaten terluar dan terdepan yang berada di bagian utara Kepulauan Riau Indonesia yang mana berbatasan langsung dengan beberapa negara tetangga seperti Vietnam, Thailand, Kamboja, Filipina Laos, Malaysia, Singapura, Brunei, Darussalam, serta Tiongkok.

Kepulauan Natuna merupakan salah satu kepulauan terkecil, terpencil dan terdepan yang berada dalam kawasan NKRI di bagian utara ini ternyata tidak baik-baik saja.
Kepulauan Natuna terkenal dengan kekayaan sumber daya alam seperti minyak dan gas bumi juga terkenal dengan kekayaan alam atas keluasan lautnya yang selalu menjadi incaran kegiatan illegal fishing yang dilakukan oleh kapal-kapal nelayan asing, bahkan menjadi momok tersendiri bagi masyarakat nelayan setempat atas kehadiran kapal-kapal nelayan dalam negeri sendiri yang menggunakan alat tangkap lebih canggih daripada nelayan lokal yang hanya melakukan kegiatan secara tradisional.

Natuna tidak baik-baik saja…!!!
Natuna merupakan salah satu kawasan yang cukup menarik untuk diperhatikan serta atau untuk dijadikan daerah percobaan. Salah satu contoh bagi masyarakat Natuna menjadikan Natuna adalah salah satu tempat hanya sekedar untuk menjadi tempat tempat uji coba bagi kepentingan-kepentingan seperti Natuna pernah dijadikan tempat karantina perpindahan warga negara yang dideportasi akibat penyebaran virus Corona pada tahun 2019 yang dikirim langsung dari Wuhan untuk di karantina di Natuna.
Tanpa adanya sosialisasi terhadap masyarakat, tentu atas kebijakan itu masyarakat Natuna melakukan perlawanan yang cukup keras terhadap pemindahan warga negara Indonesia dari Wuhan yang dalam kasus penyebaran Covid-19 penyebaran virus yang cukup mengganas untuk dikarantina di bumi laut sakti rantau bertuah itu.
Orasi dan demo besar-besaran dilakukan oleh masyarakat Natuna terhadap kebijakan pemerintah atas kurangnya perhatian sosialisasi serta pemberian informasi yang simpang siur kepada masyarakat serta atas beberapa kebijakan pernyataan yang disampaikan yang berkepentingan yang tidak sesuai pada fakta lapangan yang menjadikan penolakan yang dianggap sangat merugikan masyarakat setempat.
Penolakan terhadap kasus penyebaran virus Corona tersebut merupakan bentuk atas kebijakan pemerintah tidak berarti bagi masyarakat kecil yang berada di pulau terpencil Negara Kesatuan Republik Indonesia itu.
Setelah damainya atas penyebaran virus Corona, masyarakat Natuna dihadapkan lagi dengan kegiatan illegal fishing yang dilakukan oleh kapal ikan asing secara besar besaran yang terus membabi buta menjarah isi laut di perairan Natuna yang telah dilakukan bertahun-tahun itu, mendapatkan jawaban dan perhatian pemerintah pusat dengan mengamankan laut Natuna dengan mengirimkan Armada kapal cantrang untuk melakukan operasi perikanan di laut Natuna Utara.
Tentu hadirnya kapal cantrang ini menjadi persoalan baru bagi masyarakat nelayan tradisional kepulauan Natuna dan Anambas. Persoalan itu tentu menjadi keberatan bagi masyarakat nelayan setempat atas kehadirannya kapal kapal cantrang yang menggunakan alat tangkap canggih dibandingkan alat tangkap yang dimiliki oleh masyarakat nelayan setempat yang menggunakan alat tangkap tradisional.
Kembali kehadiran ini atas kebijakan pemerintah menjadi dilema baru bagi masyarakat nelayan setempat, dalam program pemerintah kawasan operasi atas kapal nelayan tersebut sudah di tentukan daerah operasinya, tetapi fakta di lapangan kegiatan exsplorasi yang dilakukan oleh kapal cantrang tersebut tidak mematuhi dan mengikuti kawasan yang telah ditentukan pemerintah seperti di kawasan 7:11 yang mana mereka melakukan kegiatan operasional di kawasan tangkap masyarakat nelayan tradisional yang hanya berjarak belasan mil dari bibir pantai.

Selain laut yang dijarah, kini masyarakat Natuna kembali diresakan dengan kegiatan tambang pasir kuarsa yang dilakukan oleh beberapa perusahaan-perusahaan tambang pasir yang akan memporak-porandakan daratan kepulauan Natuna untuk melakukan eksplorasi pasir kuarsa secara besar-besaran yang diduga akan dikirim ke ke Tiongkok.
Ribuan lahan sudah di peta petakan oleh perusahaan-perusahaan penambang pasir kuarsa yang akan memporak-porandakan daratan kepulauan Natuna yang hanya memiliki luas daratan 2.001,30 km2 dan luas lautan 262.197,07 km2.
Walaupun hanya diduga memiliki WIUP, perusahaan tambang ini sudah mulai melakukan kegiatan seperti persiapan untuk operasi exsplorasi atas SDA berupa pasir silika tersebut.
Dari hasil survei lapangan dan informasi data redaksi, beberapa perusahaan tambang yang akan melakukan tambang pasir silika ini telah melakukan pembebasan lahan warga secara besar besaran di pulau besar Bunguran Natuna.

Atas kegiatan yang dianggap ilegal oleh warga masyarakat Natuna itu tentu penolakan bukan tampa alasan. Pertama, perlakuan kegiatan pembebasan lahan yang diduga tampa mekanisme yang jelas atau dilakukan secara terselubung alias individual. Kedua Tampa adanya sosialisasi terhadap kegiatan dan target apa yang akan dilakukan investasi yang akan dilaksanakan di bumi laut sakti rantau bertuah itu.
Kejadian ini membuat Masyarakat Natuna berang. Masyarakat Natuna beraksi bergabung dalam Aliansi Natuna Menggugat. Menyatakan sikap gerakan moral menyelamatkan lingkungan Kabupaten Natuna dari para pengusaha tambang pasir kuarsa di pulau Natuna, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepri.
Wan Sofian, Ketua Koordinasi Aliansi Natuna Menggugat melalui sambungan telepon kepada ranaipos.com, Kamis (12/05) pagi menyampaikan Aliansi Natuna Menggugat tersebut tergabung dari seluruh elemen masyarakat semangat peduli lingkungan dan siap menggugat kegiatan exsplorasi tambang yang akan menghancurkan alam Natuna tersebut.
“saat ini, para penambang pasir sedang ada di Natuna. Berdasarkan info yang beredar, ada 19 perusahaan tambang pasir yang akan mengeruk bumi Natuna ini,” ungkap Wan Sofian.
Lanjut Wan Sofian menyampaikan bahwa tujuan utama dari aliansi Natuna Menggugat tersebut jangan ada tambang pasir kuarsa di Pulau Bunguran Besar tersebut.
“masyarakat terbesar Natuna ada di Bunguran Besar ini,” tegas Wan Sofian.
Selain itu lanjut Wan Sofian, Natuna yang selama ini di tetapkan sebagai kawasan Geopark Nasional dan kini di gaungkan untuk menjadi kawasan Geopark Internasioanl menjadi salah satu poin penting untuk menyelamatkan kawasan Geopark dari para aksi exsplorasi tambang pasir yang akan memporak porandakan bumi Natuna yang datang dari luar Natuna.
“Kalau saja tambang pasir kuarsa di Natuna berjalan, dipastikan Geopark Natuna pasti akan hancur dan tak dapat menjadi Geopark Internasioanal” cetus Wan Sofian.
Lanjutnya, saat ini juga aksi para penambangan pasir kuarsa sudah hampir menguasai keseluruhan wilayah Bunguran Besar, mereka sudah membeli tanah dari masyarakat hingga ribuan hektar.
“Kalau kita lihat peta Bunguran Besar, hampir semua wilayah sudah di kuasai PT Tambang Pasir kuarsa dari berbagai nama. Kita juga nanti akan melakukan hearing dengan DPRD Natuna terkait kehadiran tambang pasir kuarsa di Natuna,” tambahnya.
Di tempat terpisah H. Novain Pribadi, SH juga menyampaikan hal senada. Menurutnya saat ini Pulau Bunguran Besar Natuna (Natuna_red) sedang tidak baik baik saja dan harus di selamatkan dari beberapa kegiatan yang akan merugikan lingkungan/ alam Natuna dari bentuk aksi investasi yang merusak alam meski hasil yang cukup menggiurkan.
“Terkait dengan kegiatan penambangan pasir kuarsa ini, sebaiknya dihentikan karena akan berdampak pada lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati serta berbagai peninggalan sejarah dan artefak yang ada,” ungkap Novain.
Lanjutnya mengungkapkan, Natuna pulau kecil dan rawan jika pasirnya dikeruk tanpa kendali. Oleh karena itu, masyarakat minta pemerintah meninjau ulang regulasi dan kebijakan yang terkait kegiatan exsplorasi yang sedang dan akan terjadi.*(rapi)
Komentar