Oleh :
Ellyzan Katan
(Perencana Ahli Muda BPBD Kab. Natuna), Syafhendry (Dosen Ilmu Politik dan Pascasarjana UIR), Andi Miftahul Farid (Analis Kebijakan Ahli Madya Barenlitbangda Kab. Natuna)
Pernahkah kita bertanya dari mana datangnya pemimpin? Apakah dari lingkungan sekitar, atau hadirnya seorang pemimpin memang sudah ditakdirkan oleh Allah untuk wujud di sekitar kita? Ada pemimpin negara, pemimpin setingkat provinsi, pemimpin setingkat kabupaten/ kota, sampai ke pemimpin di kelurahan/ desa. Semua itu hadir di tengah masyarakat tanpa diketahui prosesnya sama sekali. Yang saya maksudkan proses di sini bukan dari sisi hukum positif, akan tetapi jauh sebelum hukum positif itu disahkan oleh negara. Ternyata pemimpin hadir dengan beragam pendapat yang melatarbelakanginya.
Ada yang mengatakan hadirnya seorang pemimpin tidak bisa lepas dari pengaruh lingkungan. Ada juga yang mengatakan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin, tidak ada cara lain, harus diciptakan. Dua pendapat inilah yang dalam perkembangan diskusi tentang kepemimpinan setengah abad belakang, masih begitu marak di pentas-pentas keilmuan sosial. Namun terlepas dari itu semua, menarik untuk membincangkan satu per satu terkait dari mana pemimpin muncul.
Kemunculan Pemimpin Disebabkan Oleh Pengaruh Lingkungan.
Hadirnya seorang pemimpin di tengah masyarakat, dapat kita lihat dari rekam jejak Pemimpin Besar Revolusi Indonesia, Soekarno. Beliau telah memetakan dengan jelas seperti apa lingkungan yang ada, ternyata mampu membuka “selubung” tipis sifat-sifat kepemimpinan yang ada dalam dirinya. Malah, dengan tersingkapnya selubung tipis itu, mampu menjadikan sosok Soekarno sebagai orang yang dikenal sangat dipatuhi oleh seluruh rakyat Indonesia, di mana pun berada. Tentunya hal ini tidak terlepas dari bagaimana lingkungan negeri jajahan menggugah seorang Soekarno muda untuk memperjuangkan nasib-nasib rakyat yang telah terlanjur sengsara.
Soekarno, dalam rekam jejak pencatatan sejarah dari luar negeri atau pun dalam negeri, digambarkan sebagai sosok yang benar-benar satu dengan rakyat. Dan beliau tidak akan mampu dipisahkan oleh siapa pun ketika ada ketidak-adilan mengikis kehidupan rakyatnya. Malah untuk memperjuangkan hal itu, Soekarno rela menderita demi menebus perjuangan yang dilakukan.
Tentunya hal ini tidak bisa lepas dari pengaruh pendidikan yang diterima. Pemimpin seperti Soekarno ditempa oleh lingkungan yang sejatinya tidak sesuai dengan pendidikan yang dia jalani. Kesamaan dalam segala hal, baik lapangan ekonomi, di depan hukum, atau pun antara perempuan dan laki-laki, menjadi modal utama bergeraknya “si lidah api” Soekarno di berbagai macam mimbar pidato. Dan tidak hanya itu, Soekarno juga menggunakan lapangan tulisan sebagai jalan untuk mengemukakan pendapatnya dalam konteks negara merdeka.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa lingkungan bangsa Indonesia yang kental dijajah oleh Portugis, Belanda dan Jepang, menjadikan selubung kepemimpinan sosok Soekarno lekas tersingkap. Ditambah lagi dengan adanya perkembangan pendidikan yang diterima, menambah asupan gizi perjuangan Soekarno untuk menjadi seorang pemimpin di seluruh pelosok negeri yang bernama Indonesia.
Hanya saja, untuk dewasa ini, setelah bangsa kita lama merdeka, kehadiran pemimpin di tengah-tengah masyarakat perlu dikaji ulang. Masih samakah dengan apa yang dialami oleh seorang Soekarno untuk meraih gelar pemimpin? Atau jangan-jangan ada sedikit perbedaan? Soal perbedaan apa pun namanya, jangan dijadikan masalah. Karena apa? Karena di sini bukan mengulas soal tipe kepemimpinan, melainkan sekilas pandangan terkait asal usulnya hadirnya seorang pemimpin di tengah masyarakat.
Pemimpin yang Diciptakan
Munculnya seorang pemimpin di tengah masyarakat dengan cara diciptakan, sepertinya akan memiliki cerita lain dari yang sudah dipaparkan di atas. Bukan mengapa, pemimpin yang diciptakan, adalah pemimpin yang memainkan dua peran sekaligus. Pertama peran sebagai pemimpin. Kedua peran sebagai pihak yang diciptakan. Tentunya sebagai orang atau pihak yang diciptakan oleh “outsider”, sedikit banyak akan terpengaruh oleh keinginan “outsider”.
Misal, “outsider” menginginkan upeti dalam bentuk nilai Rupiah, proyek pembangunan, atau prioritas-prioritas tertentu dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, tentunya pemimpin tersebut akan langsung memberikan jalan mulus untuk hal demikian. Terlepas dari adanya larangan dari sisi hukum atau etika pemerintahan, praktek semacam ini akan sulit untuk dihindari begitu saja.
Hadirnya pemimpin seperti ini, sedikit banyak akan mengganggu jalannya roda pembangunan. Namun bukan berarti hadirnya pemimpin yang diciptakan tidak memiliki nilai positif. Ada juga pemimpin yang masuk kategori ini menjadi pemimpin yang sukses mengantarkan banyak program pembangunan berjalan sesuai target. Angka kemiskinan turun. Indeks rasio gini beres. Peningkatan pembangunan infrastruktur yang bebas dari tuntutan hukum, mutu pendidikan berkilau, dan alokasi pendapatan untuk belanja berjalan sesuai aturan hukum berlaku.
Pemimpin seperti ini, banyak di tanah air kita. Hanya tergantung pada mekanisme penciptaan sosok pemimpin melalui jalur konstitusi yaitu partai politik. Pada lembaga partai politik inilah nantinya sosok pemimpin ditempa sedemikian rupa agar mampu menjadi pemimpin yang benar-benar bersih dari sisi hukum, humanis dengan maysarakat, tidak arogan, serta mampu menunjukkan sikap kepemimpinan kuam Quraisy, sebagaimana yang digambarkan oleh Nabi Muhammad, yaitu “Selama mereka berkuasa mereka berlaku adil; dan jika dimintai kasih sayangnya maka mereka akan mengasihi; dan jika mereka berjanji maka mereka akan memenuhi janjinya. Barangsiapa di antara mereka yang tidak melakukan hal tersebut maka Allah, malaikat; dan semua orang akan melaknatnya.” Namun bila pada tahap seleksi di internal partai saja penuh dengan masalah, hmm, tak taulah nak sebut apa.
Ha, bagaimana?
Saat ini kita butuh pemimpin yang benar-benar mengerti dengan kondisi di akar rumput. Juga lihai dalam tata pemerintahan yang kental berdasarkan hukum. Sama ada pemimpin yang akan kita lahirkan nanti mampu memenuhi tiga panduan Rasul, maka negeri ini pun akan terbebas dari laknat dan murka Allah. Namun bila kita gagal untuk memilih pemimpin yang tersebut demikian, tunggulah laknat Allah akan tiba.
Ke depan, mudah-mudahan kita diberi jalan untuk mendapatkan pemimpin yang baik seperti ada perpaduan antara pengaruh lingkungan dengan unsur ciptaan. Lingkungan memberikan dorongan bagi sosok pemimpin dalam memperjuangkan nasib rakyat. Selanjutnya, setelah terdapat calon-calon pemimpin yang handal dan berkualitas, mereka perlu diusung melalui jalur yang resmi. Barulah sosok pemimpin berkualitas didapat.
In sya Allah.
Ranai, 24 Ramadhan 1444 H
(Tulisan ini tidak mencerminkan pendapat organisasi, melainkan murni pendapat pribadi penulis)
Komentar