www.ranaipos.com- Tanjungpinang : Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Tanjungpinang menangkap lima orang tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan tanda tangan pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait penerbitan sertifikat tanah palsu di wilayah Pulau Dompak, Kepulauan Riau.
Kelima tersangka berinisial KS, D, A, EN, dan L. Dari kelima nama itu, KS diketahui merupakan Ketua LSM, sementara L adalah oknum wartawan yang diduga berperan sebagai marketing. Sedangkan EN disebut sebagai aktor intelektual yang menikmati hasil miliaran rupiah dari penerbitan hampir 300 sertifikat palsu.
Salah satu tersangka lainnya, berinisial ES, bahkan sempat mengaku sebagai pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI. Dalam dokumen resmi yang dikirimkan ke kantor ATR/BPN Kepri, ES menuliskan dirinya menjabat sebagai Kepala Bidang Satgas Mafia Tanah wilayah Kepri di lembaga antirasuah tersebut. Klaim itu kini terbukti palsu, dan digunakan sebagai kedok untuk memperlancar aksi pemalsuan dokumen.
“Modus para tersangka adalah dengan memalsukan tanda tangan pejabat BPN pada dokumen sertifikat hak milik (SHM),” ungkap sumber internal kepolisian yang enggan disebut namanya.
Kasus ini mencuat ke permukaan setelah seorang pemilik sertifikat tanah berinisial S mencoba memecah sertifikat miliknya di Kantor ATR/BPN Tanjungpinang. Setelah dilakukan pengecekan, diketahui bahwa sertifikat tersebut tidak teregister alias palsu. Tanda tangan Kepala ATR/BPN Tanjungpinang, Yudi Hermawan, juga dipalsukan.
Sementara itu, Kasi Humas Polresta Tanjungpinang IPTU Syahrul Damanik saat dikonfirmasi menyebutkan belum menerima laporan resmi dari Satreskrim. “Kami akan koordinasi dulu ke Satreskrim. Bahan dan keterangannya belum ada sama kami,” ujarnya.
Informasi lain menyebutkan, hasil kejahatan tersebut disimpan dalam empat rekening bank atas nama EN dan telah dibelanjakan untuk mobil, rumah toko, serta aset lainnya. Diduga kuat jaringan ini melibatkan pihak-pihak dari luar daerah, termasuk Jakarta dan Tangerang, bahkan kemungkinan dari oknum kementerian.
Penyidikan awal ditangani oleh unit Pidana Umum (Pidum), namun kemudian diambil alih oleh unit Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) karena muncul dugaan keterlibatan oknum Aparatur Sipil Negara (ASN).
Hingga kini, penyidik masih terus mengembangkan kasus ini dan memburu pelaku lainnya yang diduga membantu memuluskan praktik mafia tanah tersebut.
Pihak kepolisian belum memberikan keterangan resmi terkait detail kasus, sementara publik—terutama para pemilik sertifikat palsu—menanti kejelasan hukum dan langkah pemulihan atas kerugian yang dialami.(red)
Komentar