www.Ranaipos.com/Jakarta-Tenaga kesehatan pasien COVID-19 saat ini seolah berada di ambang kelelahan. Bagaimana tidak. Setiap hari jumlah kasus positif COVID-19 terus mengalami kenaikan yang signifikan. Di Ibu Kota saja, dalam dua hari berturut-turut, Gubernur Anies Baswedan pada pekan lalu menyebut Jakarta menjadi penyumbang COVID-19 harian terbanyak sepanjang sejarah pandemi, yakni 9.632 kasus baru.
Juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito bilang kenaikan jumlah kasus pasien baru disebabkan oleh mobilitas masyarakat yang tinggi imbas libur Lebaran. Tahun ini kenaikan jumlah kasus COVID-19 pasca-Lebaran mencapai 112,22 persen, lebih tinggi jika dibandingkan dengan libur Lebaran pada 2020 sebesar 93,11 persen.
Pekan lalu, Selasa, 14 Juni 2021, tersebar video di media sosial para pasien berjejalan mengantre di Rumah Sakit Darurat COVID-19 (RSDC) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat. Dalam video tersebut terlihat banyak pasien COVID-19 yang tak kebagian tempat duduk terpaksa duduk di lantai hingga akhirnya mendapat giliran untuk diobservasi lebih lanjut dan diteruskan ke ruang perawatan.
Cipto Hariadi Siagian, seorang perawat di RSDC Wisma Atlet, membenarkan video itu. Bahkan, menurut dia, kejadian sebenarnya jauh lebih parah dari yang sekadar tergambar dalam video. “Bahkan saking nggak ada tempat di ruang tunggu, pasien yang di lantai juga sudah desak-desakan. Sebagian kami suruh menunggu di bus sekolah, karena kasihan kan mereka berdiri sampai namanya kami panggil,” ujar Cipto.
Jumlah tenaga kesehatan yang tak seimbang dengan ‘tsunami’ pasien waktu itu membuat para nakes kelimpungan. Cipto, yang berjaga di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSDC Wisma Atlet, merasakan kelelahan luar biasa. Dalam dua pekan ke belakang, untuk setiapshift, ia harus bekerja melampaui batas jam kerjanya. “Biasanya setiapshiftsaya berjaga 8 jam. Sekarang, saking banyaknya pasien baru, kami harus 10-12 jam menahan pipis, haus, dan lapar demi bisa melayani pasien. Betul-betul kewalahan kami,” keluh Cipto. Timpangnya jumlah pasien dan nakes membuat Cipto harus menangani lima pasien sekaligus di IGD.
IGD Wisma Atlet, yang memiliki kapasitas 25 tempat tidur pasien, bahkan harus ditambahi lima tempat tidur ekstra demi bisa menampung lonjakan jumlah kasus baru. “Hampir setiap malam IGD selalufull bed. Sebanyak 30beditu selalufullsetiap harinya,” katanya. Selain itu, penyebab penuhnya IGD Wisma Atlet, menurut Cipto, adalah banyaknya pasien dengan kondisi kritis yang mengalami perburukan karena ruang HCU (sebutan ruang ICU Wisma Atlet) sudah penuh. “Jadi, mau nggak mau, pasien yang sedang dalam kondisi perburukan haruswaiting list, kami tampung, sampai ada ketersediaanbed,” ujar perawat asal Medan itu.
Selain harus bekerja dua kali lebih keras dari biasanya, Cipto, yang pernah tertular COVID-19, mengatakan tantangan lonjakan jumlah pasien saat ini adalah harus tetap menjaga diri agar staminanya tetap sehat. “Saya selalu pastikan APD saya ketat, biar nggak ada celah untuk virus bisa masuk lagi. Walaupun akhirnya tangan saya jadi bengkak karena terlalu lama dan ketat pakai APD dan sarung tangan lateks, meninggalkan bekas kemerahan juga. Tapi mending begitu daripada harus tertular lagi,” ujarnya.
Koordinator dokter umum RSDC Wisma Atlet dr SN Tommy Antariksa mengungkapkan, selama lonjakan jumlah kasus baru dalam dua minggu belakangan ini, RSDC Wisma Atlet baru selesai menangani seluruh pasien pada pukul 01.00 WIB. “Bahkan ada yang datang dari pukul 19.00 WIB, baru selesai pemeriksaan dan masuk kamar perawatan sekitar pukul 01.00 WIB,” ungkapnya.
Sementara itu, di ruangan Intermediate Care Unit (IMCU) RSDC Wisma Atlet, Reni, perawat yang bertugas di IMCU Tower 7 RSDC Wisma Atlet, mengatakan, selama bekerja di sana sejak November tahun lalu, dia belum pernah menyaksikan lonjakan jumlah kasus baru COVID-19 sebanyak saat ini. Seusai libur tahun baru lalu, memang sempat ada kenaikan jumlah pasien, tapi tak separah sekarang. “Bayangkan, sekarang IMCU Tower 7 sudah penuh. Satu perawat bisa pegang empat pasien. Total pasien IMCU ada 29 orang, tapi IMCU di Tower 6 sudah penuh banget meski sudah ditambahextra-bed,” ungkapnya.
Sedangkan di ruang perawatan, dr Eva Sianipar, yang bertugas di Wisma Atlet Tower 5, mengungkapkan setiap hari bisa menangani enam hingga sembilan lantai. “Capek bangetlah sekarang ini,” keluhnya. Donny, perawat yang juga berjaga di ruang perawatan, menuturkan kerepotannya setiap hari yang harus menangani 70 pasien. “70 pasien itu dalam satu lantai perawatnya hanya dua orang. Itu jumlah pasien juga terus bertambah setiap harinya,” ungkapnya.
Kengerian gelombang COVID-19 pasca-Lebaran ini juga telah memakan korban jiwa. Sebelumnya, sejak Maret hingga Mei, Komandan Lapangan RSDC Wisma Atlet Letkol Laut M Arifin mengungkapkan kasus kematian di Wisma Atlet sempat berada di angka nol. “Namun, selama dua minggu belakangan, sudah tiga orang yang meninggal,” kata Arifin.
Agar tetap bisa menangani pasien baru yang terus berdatangan, pengelola RSDC Wisma Atlet berupaya untuk menambah tenaga medis. Arifin mengungkapkan telah kembali menerima nakes baru. “Rencananya, kami akan menambah 150 calon dokter baru dan 400 perawat,” katanya.
KetikadetikXmemantau RSDC Wisma Atlet pada Jumat, 18 Juni 2021, sejak pagi terlihat lalu lalang calon tenaga kesehatan baru yang sedang menjalani masa pelatihan. Salah satunya perempuan asal Nusa Tenggara Barat, Lusiana. Purnawirawan perawat Wisma Atlet itu memutuskan kembali menjadi perawat di RSDC Wisma Atlet. “Saya jauh-jauh datang dari NTB ke Jakarta datang untuk kembali bekerja di sini karena hati saya tergerak melihat kenaikan jumlah pasien yang tinggi,” ungkapnya kepadadetikX.
Para pasien COVID-19 di Wisma Atlet
Foto: Rengga Sancaya/detikcom
Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular dr Siti Nadia Tarmizi, lonjakan angka kasus COVID-19 di DKI Jakarta juga disebabkan oleh mulai longgarnya penerapan protokol kesehatan di tempat-tempat umum. Terbukti, menurut survei Kepatuhan Prokes di 34 Provinsi di Indonesia Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 per 13 Juni 2021, Jakarta merupakan provinsi dengan kepatuhan menjaga jarak terendah di Pulau Jawa dan Bali dengan angka 58,8 persen.
Sejauh ini, menurut Siti, mitigasi terbaik untuk penanganan lonjakan jumlah kasus COVID-19 adalah penerapan PPKM mikro. “Kita maulockdown, kalau kemudian masyarakatnya yang tidak patuh, percuma juga. Jadi kita terapkan PPKM mikro, karena sebetulnya PPKM mikro sudah teruji kemarin menurunkan kasus COVID-19 pada Desember-Januari kemarin,” ujarnya.
Sejumlah tenaga medis di RSDC Wisma Atlet berharap pemerintah bisa mengaktifkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) kembali. Menurut mereka, penerapan PPKM mikro tidak efektif melihat lonjakan angka COVID-19 di Ibu Kota. Sebab, saat ini situasinya sudah sangat ekstrem. Terjadi lonjakan jumlah pasien yang luar biasa. “Mau sampai kapan? Per harinya di Wisma Atlet saja bisa terima 600-an pasien. Itu belum ditambah dengan rumah sakit lain,” kata dokter RSDC Wisma Atlet Eva Sianipar.
Para tenaga kesehatan juga mengimbau masyarakat yang tak berkepentingan agar tidak dulu berkegiatan di luar rumah. “Tolong semua orang untuk saat ini, kalau bisa, tetap di rumah saja, karena itu privilese yang nggak semua orang punya,” tutup Evi.
sumber : Detik.com
Penulis: RSDC Wisma Atlet (Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Komentar