Ditulis oleh : Asmara Juana Suhardi, ST., SIP., M.Si, staf pengajar online Komunikasi Politik, Universitas Satyagama
Reformasi Birokrasi, Menuju Smart ASN 2024
Persaingan global dalam ranah digital, pada sistem birokrasi Indonesia saat ini, telah menghantarkan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk ikut dalam arus revolusi industri 4.0. Sehingga suka atau tidak, setiap ASN dituntut adaptif terhadap teknologi, agar kinerjanya lebih cepat, lebih akurat, lebih efektif dan lebih efisien.
Digitalisasi birokrasi dalam rangka optimalisasi pelayanan publik adalah hal yang tak bisa disanggah dan ditunda lagi. Apalagi mengingat Indonesia berada di peringkat ke-77 dari 119 negara dalam Global Talent Competitiveness Index, dengan nilai 38,04 point. (data: Humas KEMENPANRB RI, 2021).
Untuk memperbaiki indeks tersebut, pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) menerapkan Human Capital Management Strategy menuju Smart ASN 2024. Bahkan Grand Design Pembangunan ASN itu telah dimulai sejak awal tahun 2020 (melalui seleksi CPNS online).
Memang tidak mudah merubah mindset ASN, apalagi mereformasi culture yang sudah mengakar dan mendarah daging selama ini. Maka diawali dengan berlakunya Undang-undang Nomor: 5 Tahun 2014 tentang ASN, diharapkan lahir ASN yang berintegritas, profesional, netral, bersih dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.
Mengingat Undang-undang ASN itu telah menggarisbawahi kebijakan penyelenggaraan dan managemen ASN yang dijalankan berdasarkan azas profesionalisme, proporsional, akuntabel, efektif dan efisien untuk mewujudkan peningkatan kinerja birokrasi. Lalu bagaimana koneksitasnya dengan Smart ASN?
Bila diterjemahkan secara bebas, Smart ASN tidak lain adalah cara kerja ASN yang lebih efisien dan efektif dengan bantuan teknologi yang konvergen. Artinya untuk mewujudkan sosok ASN yang ideal berdasarkan Undang-undang tersebut, kata kuncinya adalah penguasaan teknologi, karena kedepan dimungkinkan tidak ada lagi pekerjaan yang diproses secara manual.
Berkenaan dengan cita-cita di atas, perlu kiranya dilakukan penataan melalui langkah-langkah strategis sebagai berikut: Pertama, melakukan pemetaan kualifikasi, kompetensi dan kinerja ASN agar menghasilkan profil ASN yang benar dan tepat.
Kedua, hasil pemetaan kualifikasi, kompetensi dan kinerja itu dijadikan dasar dalam mengambil langkah kebijakan selanjutnya untuk mempercepat penataan dan reformasi birokrasi seperti dalam hal pengembangan kompetensi, karir, mutasi dan rotasi.
Bahkan hasil pemetaan tersebut dapat dijadikan dasar dalam melakukan eveluasi bagi ASN yang tidak memiliki kualifikasi, kompetensi dan berkinerja kurang baik. Ketiga, percepatan penataan ASN ini dapat dilakukan secara progresif atau secara moderat.
Secara progresif dapat dilakukan melalui pensiun dini dengan skema golden handshake atau mekanisme lain yang sesuai ketentuan dan peraturan. Sedangkan penetaan secara moderat dapat dilakukan melalui penerimaan/pengadaan ASN dengan rasio 2 banding 1 (dua ASN yang pensiun diganti dengan satu ASN yang berkualitas).
Keempat, untuk mengantisipasi kekurangan ASN ke depan, sekaligus mempercepat capaian target reformasi birokrasi, serta menekan biaya pensiun, maka dapat dikombinasikan dengan merekrut pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang professional sesuai jenjang jabatan yang dibutuhkan.
Maka Pemerintah RI kini tengah melaksanakan 6P, yang masuk dalam Human Capital Management Strategy. Program 6P itu melingkupi; perencanaan, perekrutan dan seleksi, pengembangan kapasitas, penilaian kinerja dan penghargaan, promosi, rotasi, dan karier, serta peningkatan kesejahteraan.
Strategi itu bertujuan mempersiapkan talenta ASN menghadapi era digitalisasi. Optimalisasi strategi 6P adalah jalan utama untuk mencapai birokrasi Indonesia berkelas dunia. Tahun 2019 adalah tahun terakhir RPJMN ke-3 dimana sistem merit menjadi fokus pembangunan ASN.
Artinya, setiap instansi pemerintah sudah tidak asing lagi dengan sistem ini dan harus benar-benar menerapkan sistem merit dalam setiap seleksi. Perlu diingat, sistem merit adalah kebijakan dan manajemen sumber daya manusia ASN/aparatur negara yang berdasarkan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar.
Adil dan wajar berarti tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, ataupun kondisi kecacatan. Meskipun disana sini masih terdapat berbagai kelemahan terutama masuknya ranah politis dalam manegemen ASN.
Sejak tahun 2020, Indonesia masuk ke dalam Grand Design Pembangunan ASN 2020-2024. Kementerian PANRB gencar memperbaiki kinerja ASN mulai dari tahap rekrutmen yang kini sudah menggunakan sistem digital dan penyederhanaan birokrasi melalui penyetaraan jabatan struktural ke jabatan fungsional.
Harapannya, dengan sistem rekrutmen yang berhasil menekan angka kecurangan, pemerintah bisa mendapatkan orang-orang terpilih yang akan menggerakkan sistem pemerintahan Indonesia. Mereka yang terpilih dengan sistem ini, diharapkan bisa menjadi Smart ASN 2024 untuk membawa birokrasi Indonesia yang berkelas dunia.
Smart ASN memiliki profil yang disiapkan untuk menghadapi era disrupsi dan tantangan dunia yang semakin kompleks. Profil Smart ASN meliputi integritas, nasionalisme, profesionalisme, berwawasan global, menguasai teknologi dan bahasa asing, berjiwa hospitality, berjiwa entrepreneurship, dan memiliki jaringan luas.
ASN yang tidak gagap teknologi (gaptek) akan menggiring sistem pemerintahan Indonesia ke birokrasi 4.0, yang tentu beriringan dengan revolusi industri 4.0. Semua jenis layanan publik yang diselenggarakan pemerintah akan berbasis digital dan terintegrasi. Tentu, digitalisasi sistem pemerintahan ini juga harus diimbangi dengan keamanan ciber yang mumpuni.
Birokrasi 4.0 memiliki empat indikator. Indikator tersebut adalah percepatanan layanan, efisiensi layanan, akurasi layanan, fleksibilitas kerja dan berdampak sosial. Dengan fleksibilitas waktu kerja ASN, dimungkinkan pekerjaan ASN tidak harus dilaksanakan di kantor.
Di masa mendatang, beberapa pekerjaan bisa dikerjakan melalui smartphone, yang tentu akan lebih efisien dan memperpendek rentang kendali dan alur birokrasi. Dalam konteks inilah pertentangan ASN yang dapat bekerja dari rumah selalu menjadi perhatian media massa.
Menurut hemat penulis, sistem ini tidak dapat dilakukan dalam waktu dekat. Perlu sistem dan regulasi yang matang untuk mengatur sistem kerja yang mirip dengan perusahaan startup tersebut. Ada fleksibilitas dalam kerja dan pekerjaan bisa dilakukan dari rumah atau di mana saja.
Pemerintah juga tengah menggodok sistem manajemen talenta nasional. Dengan manajemen talenta tersebut, semua kompetensi ASN perindividu akan terpetakan. Struktur ideal ASN perlu didukung manajemen talenta nasional yang dikembangkan untuk menempatkan talenta terbaik pada jabatan strategis.
Manajemen talenta institusional dari seluruh instansi diintegrasikan untuk membentuk talent pool nasional, untuk kemudian diselaraskan dengan manajemen talenta korporasi. Sehingga memungkinkan mobilisasi talenta lintas sektor, baik publik maupun privat, yang fokus dan prioritas mengungkit pembangunan pusat maupun daerah.*
Komentar