www.ransipos.com – Jakarta : Jaksa Agung RI, melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, menyetujui 10 permohonan penyelesaian perkara menggunakan mekanisme keadilan restoratif (Restorative Justice). Keputusan ini disampaikan dalam ekspose yang dipimpin oleh JAM-Pidum, Rabu, (2/10/2024).
Salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme ini adalah kasus Tersangka Mona Hariani dari Kejaksaan Negeri Denpasar. Ia diduga melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian kalung dan liontin emas. Berdasarkan fakta, Tersangka mengambil barang tersebut tanpa izin dari Saksi Zahra ‘Alya Rojaba dan ibunya, Anis Nova Galuh Gumilang, untuk kemudian dijual guna membiayai kebutuhan sekolah anaknya dan kebutuhan sehari-hari.
Dalam proses perdamaian, Mona Hariani mengakui perbuatannya, meminta maaf kepada korban, dan permintaan maaf tersebut diterima oleh korban. Atas dasar kesepakatan perdamaian ini, Kejaksaan Negeri Denpasar mengajukan permohonan penghentian penuntutan yang kemudian disetujui oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Bali dan JAM-Pidum.
Selain kasus Mona Hariani, JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian 9 perkara lain dengan keadilan restoratif, termasuk kasus-kasus dari berbagai Kejaksaan Negeri seperti Bitung, Jakarta Barat, dan Sumbawa. Kasus-kasus tersebut melibatkan tindak pidana pencurian, penggelapan, penganiayaan, dan penipuan.
Pertimbangan pemberian penghentian penuntutan melalui keadilan restoratif mencakup beberapa hal, seperti adanya perdamaian antara tersangka dan korban, belum pernah dihukum sebelumnya, ancaman hukuman yang tidak lebih dari lima tahun penjara, serta pertimbangan sosiologis.
Kebijakan ini sejalan dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022, yang menekankan pentingnya musyawarah untuk mufakat dan proses hukum yang lebih adil bagi semua pihak.
Komentar