www.ranaipos.com – Tanjungpinang : Polemik dugaan penganiayaan terhadap bocah berusia sembilan tahun di Tanjungpinang kini memasuki babak baru. Setelah berbagai pemberitaan menuding pasangan suami istri FS dan IR melakukan kekerasan terhadap anak tirinya, kini FS — ibu kandung sang anak — angkat bicara dan membantah keras seluruh tudingan tersebut.
Dalam wawancara eksklusif bersama Sempadanpos.com, FS menyebut bahwa pemberitaan yang beredar selama ini tidak benar dan telah mencemarkan nama baik dirinya serta suaminya. Ia menegaskan bahwa kasus ini bermula dari konflik hak asuh anak, bukan kekerasan seperti yang ramai diberitakan.
“Tidak ada penganiayaan seperti yang dikatakan beberapa media, apalagi yang dilaporkan ke polisi. Mereka itu melapor dua kali — satu ke polisi, satu ke Pengadilan Agama. Tapi saya pastikan tuduhan kekerasan itu tidak benar sama sekali,” tegas FS, Sabtu (3/11/2025).
Menurut FS, peristiwa bermula pada 10 Agustus 2025, ketika anaknya, ATF (9), dilaporkan mengalami kekerasan. Namun, dua hari kemudian — 12 Agustus 2025 — sang anak justru diambil paksa oleh ayah kandungnya dengan alasan perlindungan.
“Anak saya dibawa tanpa seizin saya. Padahal hak asuh masih sah di tangan saya berdasarkan putusan Pengadilan Agama,” ujarnya.
FS mengaku sudah kooperatif dan mengikuti seluruh proses hukum. Ia bahkan menjalani pemeriksaan panjang selama lima jam di kepolisian bersama suaminya.
“Polisi sudah bekerja profesional. Saya diperiksa dari jam dua siang sampai jam tujuh malam, suami saya juga diperiksa. Kami terbuka. Kalau memang ingin mencari keadilan untuk anak, silakan, tapi kami juga ingin keadilan karena suami saya difitnah,” katanya tegas.
Lebih jauh, FS membantah keras tudingan bahwa anaknya menjadi korban kekerasan rumah tangga. Ia menyebut tuduhan itu tidak masuk akal karena pada hari kejadian, suaminya IR tidak berada di rumah.
“Pada tanggal 10 Agustus itu suami saya dari pagi sampai malam tidak di rumah karena ada kegiatan. Ada saksi yang bisa membuktikan hal itu,” ungkapnya.
FS juga meminta agar masyarakat tidak mudah terprovokasi oleh informasi sepihak yang belum tentu benar. Ia menilai sejumlah pemberitaan justru telah menggiring opini publik dan menjatuhkan martabat keluarganya.
“Jangan menjatuhkan karakter orang lain dengan berita yang belum jelas. Saya pastikan semua tuduhan itu fitnah. Selama ini, justru ayah kandung anak saya yang tidak pernah menafkahi sejak kami berpisah,” ucapnya dengan nada emosional.
Dalam proses hukum di Pengadilan Agama Tanjungpinang, FS menyebut telah menghadirkan bukti kuat serta saksi-saksi yang menguatkan posisinya sebagai pihak yang sah memegang hak asuh. Berdasarkan putusan nomor 690/Pdt.G/2025/PA.TPI, pengadilan menetapkan bahwa hak asuh anak tetap berada di tangan dirinya.
“Putusan pengadilan sudah jelas, hak asuh anak ada pada saya. Tapi anehnya, anak saya malah diambil paksa tanpa izin saya. Di mana letak keadilannya?” tanya FS dengan nada geram.
Tak hanya soal tuduhan kekerasan, FS juga membantah kabar miring yang menyebut dirinya menikah siri dengan IR. Ia dengan tegas menunjukkan bukti pernikahan resmi yang tercatat di kantor catatan sipil.
“Nikah siri dari mana? Saya punya buku nikah resmi. Saya istri sah IR, tercatat di KUA dan catatan sipil. Ini soal anak, tapi malah digiring ke arah yang tidak benar,” jelasnya sambil memperlihatkan dokumen resmi pernikahan.
FS berharap agar aparat penegak hukum tetap bekerja secara profesional dan tidak terpengaruh tekanan opini publik. Ia meminta agar semua pihak menghormati proses hukum yang tengah berjalan dan menunggu hasil penyelidikan resmi kepolisian.
“Silakan proses hukum berjalan, kami tidak lari. Tapi jangan ada fitnah. Saya hanya ingin anak saya kembali dan nama baik keluarga saya dipulihkan,” pungkasnya.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak kepolisian masih melakukan pendalaman atas laporan yang ada, termasuk memeriksa sejumlah saksi dan bukti pendukung. Kasus ini kini menjadi perhatian publik Tanjungpinang karena melibatkan dua versi cerita yang saling bertolak belakang — antara tudingan kekerasan dan klaim perebutan hak asuh anak.





Komentar