Oleh : Indra Pranata
Mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah Strata-1, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Natuna
Kabupaten Natuna adalah salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Natuna merupakan kepulauan paling utara di selat Karimata. Disebelah Utara, Natuna berbatasan dengan Vietnam dan Kamboja, di Selatan
berbatasan dengan Sumatera Selatan dan Jambi, di bagian barat dengan Singapura, Malaysia, Riau dan di bagian timur dengan Malaysia Timur dan Kalimantan Barat
Kabupaten Natuna merupakan daerah yang memiliki banyak potensi Budaya dari Sumber Daya Alam (SDA), hingga pariwisata dan budaya
sertakuliner.
Tamadun Melayu adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan budaya, seni dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan Negara serta interaksi antara wisatawan dan
masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan
pengusaha. Salah satu potensi wisata yang dimiliki Kabupaten Natuna adalah selain itu terdapat beberapa wisata budaya diantaranya Mendu Natuna, tari ayam Sobur, kompang dan kesenian alu dan langlang buana.
Sebagai beranda terdepan Indonesia, Kabupaten Natuna memainkan peran penting bagi Indonesia. Sumber daya alam di laut Natuna yang melimpah, baik berupa sumber daya hayati maupun gas alam, menyebabkan Natuna banyak dikunjungi oleh berbagai bangsa. Sudah sejak lama masyarakat Natuna termarjinalkan dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam aspek politik dan ekonomi.
Meskipun Natuna merupakan pintu gerbang, halaman depan, atau beranda terdepan Indonesia yang langsung berhadapan dengan beberapa negara tetangga, tetapi pemerintah (terutama pemerintah pusat di Jakarta) masih kurang memberi perhatian semestinya.
Masyarakat Natuna masih menyimpan dan mengamalkan nilai-nilai luhur peninggalan nenek moyang mereka, serta memiliki banyak kearifan lokal yang menjadi panutan dalam kehidupan sehari-hari. Budaya melayu yang kental dengan nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan tolong menolong telah menjadi
“benteng” kokoh bagi nasionalisme mereka, sehingga nasionalisme masyarakat Natuna tidak perlu diragukan lagi.
Meskipun pemerintah abai terhadap kepentingan dan kesejahteraan masya-rakat di ujung utara Indonesia ini dan berbagai kemudahan dapat mereka nikmati dari negara tetangga yang sangat dekat secara geografis, tetapi hal itu tampaknya tidak membuat mereka ingin berpaling dari Negara Kesatuan republik Indonesia (NKRI).
Nah teman- teman semua kali ini saya akan membahas tentang Langlang Buana, salah satu tamadun melayu yang hampir punah karna regenerasi yang tidak diamanatkan secara sempurna. Seharusnya sebagai anak muda kita harus semangat dan tertarik agar tamadun melayu yang kita maupun orang tua dulu banggakan harus tetap dilestarikan sampai akhir hayat bumi melayu ini, sehingga bukti nyata rasa nasionalime kita sebagai melayu dan bangsa indonesai ini.
Langlang Buana merupakan seni pertunjukan yang tumbuh dan berkembang pada masyarakat Melayu Natuna, khususnya Kecamatan Bunguran Timur Desa Kelanga. Tradisi Langlang Buana lahir sekitar akhir abad ke-19 yang menggabungkan antara tari dan cerita. Pada masa kejayaannya, tradisi Langlang Buana merupakan media hiburan yang paling diminati oleh masyarakat Natuna.
Hal ini disebabkan oleh bentukpenyajiannya yang lebih interaktif dibandingkan dengan seni pertunjukan lainnya pada saat itu. Tradisi Langlang Buana dipertunjukan untuk menghibu rmasyarakat yang sedang melangsungkan acara pernikahan dan hajatan lainnya. Tradisi ini juga dipertunjukan untuk memeriahkan suasana pada perayaan hari-hari besar masyarakat setempat. Di dalam pertunjukan Langlang Buana terdapat begitu banyak pesan-pesan moral yang berlandaskan budaya Melayu Kepulauan.
Selain itu, unsur-unsur pertunjukan yang ada di dalamnya merupakan wujud dari khazanah budaya masyarakat Melayu Kepulauan. Tradisi Langlang Buana menggabungkan unsur-unsur ritual, lakon, tari, nyanyian dan musik yang menjadi satu kesatuan di dalam pementasannya. Syarat pementasan yang tidak bisa dirubah dari teater tradisi Langlang Buana adalah pertunjukannya harus dilakukan di atas panggung.
Hal ini semata-mata disebabkan karena para pemainnya tidak boleh menginjak tanah selama pertunjukan berlangsung. Kalau pemainnya menginjak tanah, maka akan terjadi suatu malapetaka yang mengakibatkan pertunjukan ini tidak bisa dipentaskan. Tubuh para pelaku Langlang Buana dimasuki roh dewa-dewa dari kayangan selama pertunjukan berlangsung. Dewadewa dari kayangan ini tidak dibenarkan untukmenginjakkan kakinya di bumi. Bahkan bila ada pemain yang ingin buang air kecil, ia sebelumnya harus meminta izin kepada Khalifah. Bila hal ini dilanggar, maka pemain yang bersangkutan akan mendapatkan berbagai halangan seperti sakit perut, kepala pusing dan sebagainya.***
Komentar