Ditulis oleh : Abdul Mufid, S.E., M. Ec.Dev
Analis Pengelolaan Keuangan APBN Ahli Madya (Biro Perencanaan dan Keuangan
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)).
Dalam kehidupan sehari-hari kita sangat dekat dan sering berinteraksi dengan kegiatan yang di biayai menggunakan APBN. Saat ini kita dapat menggunakan jalan raya yang mulus, menggunakan BBM subsidi untuk kendaraan bermotor, serta menikmati berbagai program perlindungan sosial seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonesia Pintar (PIP), Kartu Sembako, dan bantuan iuran peserta PBI JKN.
Seluruh program Pemerintah yang di biayai oleh APBN harus dilaksanakan dengan transparan dan akuntabel. Hal ini bertujuan agar seluruh program tersebut tepat sasaran serta dapat bermanfaat bagi Masyarakat sebagai upaya mencapai sasaran pembangunan yang telah ditetapkan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), akuntabilitas adalah suatu keadaan yang dapat dimintai pertanggungjawaban. Sehingga dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas merupakan bentuk pertanggungjawaban seseorang atau sebuah organisasi kepada pihak-pihak yang berhak mendapatkan keterangan tentang kegiatan bisnis atau kinerja dalam menjalankan tugas demi mencapai suatu tujuan tertentu.
Pengelolaan dan pelaksanaan APBN apabila tidak dilakukan secara akuntabel, maka akan sangat dekat dengan praktek-praktek korupsi. Saat ini kita sering mendengar berita baik melalui media elektronik maupun media sosial tentang tindakan dan praktek korupsi di berbagai Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, bahkan ditingkat yang paling bawah yaitu Pemerintah Desa.
Korupsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Sedangkan korupsi menurut World Bank adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Indeks Perilaku Anti Korupsi (IPAK) Indonesia tahun 2024 sebesar 3,85 pada skala 0 sampai 5. Angka ini lebih rendah dibandingkan capaian 2023 yaitu sebesar 3,92. Nilai indeks semakin mendekati 5 menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin antikorupsi, sebaliknya nilai indeks yang semakin mendekati 0 menunjukkan bahwa masyarakat berperilaku semakin permisif terhadap korupsi.
Kondisi ini sesuai dengan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2023. BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) dan 80 Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga, serta opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atas 4 Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga.
Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) yang di peroleh beberapa Kementerian/Lembaga mengindikasikan bahwa pengelolaan dan pelaksanaan anggarannya masih kurang akuntabel. Selain itu, Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2023 Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan terdapat uang negara sebesar Rp39,26 miliar yang digunakan untuk belanja perjalanan dinas tetapi tidak sesuai dengan peraturan, serta masih terdapat perjalanan dinas fiktif. Berbagai penyimpangan terkait perjalanan dinas tersebut masih banyak dilakukan oleh Kementerian/Lembaga (K/L) pada tahun 2023.
Kondisi seperti ini merupakan tantangan besar bagi Pemerintah dan kita semua, bagaimana menjamin agar pelaksanaan dan pengelolaan APBN dengan akuntabel dan transparan serta sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pemerintah harus terus berupaya melakukan perbaikan dalam rangka meningkatkan kualitas pengalokasian dan pelaksanaan APBN. Harapannya dengan perbaikan-perbaikan tersebut kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan APBN dapat diikuti dengan kualitas pencapaian hasil pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat.
Dinamika pengelolaan APBN yang terus berkembang di tengah tantangan ketidakpastian global, sangat mebutuhkan kerja yang efektif dan sinergi serta kolaborasi seluruh pihak yang terkait. Komitmen seluruh jajaran dan pelaksana yang mengelola APBN sangat di butuhkan dan harus berupaya keras untuk menguatkan fondasi akuntabilitas dalam mengelola tata keuangan negara menjadi pondasi yang paling utama.
Transformasi digital yang dilakukan oleh pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara sebagai respon dan adaptif atas perubahan zaman. Hal ini merupakan langkah cermat dalam upaya pencapaian sasaran pembangunan nasional melalui perecanaan dan penganggaran yang terfokus dan terintegrasi. Selain itu, fungsi pengawasan terhadap pengelolaan APBN untuk menjamin akuntabilitas merupakan tugas kita semua sebagai masyarakat, dan bukan hanya tugas dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Inspektorat masing-masing Kementerian/Lembaga.
Harapannya dengan pengelolaan APBN yang akuntabel maka seluruh program-program yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka memenuhi kebutuhan rakyat benar-benar dapat terwujud. Selain itu, dengan pengelolaan APBN yang akuntabel akan dapat memberikan multiplier effect yang besar bagi perekonomian nasional sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat.***
Komentar